“Pada suatu saat Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah menyusun dan merencanakan berbagai perlombaan, baik laki-laki maupun perempuan. Kemudian Nabi berkata, ‘Barangsiapa yang lebih dulu dapat mencapaiku, maka ia akan mendapatkan ini dan itu─dengan menyebutkan hadiah yang yang akan diterima oleh si anak─’. Mendengar ucapan Beliau, anak-anak pun berlomba untuk menuju tubuh Rasullullah. Mereka ada yang langsung bergelayut di punggung Rasullullah dan ada pula yang mendekap dadanya, sedangkan Beliau langsung menyambut mereka.”
Cerebral palsy merupakan suatu cacat yang disebabkan oleh adanya gangguan yang terdapat di dalam otak dan bersifat kekakuan dan kelayuhan pada anggota geraknya. Istilah cerebral palsy juga menerangkan adanya kelainan gerak, sikap, ataupun bentuk tubuh, gangguan koordinasi, dan kadang-kadang disertai gangguan psikologis dan sensoris karena kerusakan atau kecacatan pada masa perkembangan otak.
Kerusakan ini dapat terjadi sebelum, semasa, atau setelah kelahiran disebabkan oleh otak yang tidak berkembang dengan baik atau terjadi insiden yang menyebabkan kerusakan otak yang sedang berkembang, seperti akibat kecelakaan (trauma), kekurangan oksigen, pendarahan, maupun penyakit tertentu. Terdapat tiga jenis cerebral palsy yang utama yaitu cerebral palsy tipe spastic, athetosis, dan ataxia. Pada cerebral palsy tipe spastic, ketegangan otot berada pada tingkat yang abnormal tinggi dan meningkat ketika menjalankan aktivitas. Otot dan sendi terasa kaku sehingga gerakan menjadi terbatas. Cerebral palsy tipe athetosis memiliki ketegangan otot yang berubah secara konstan, tak memiliki koordinasi pergerakan dan tidak terkontrol. Sedangkan pada cerebral palsy tipe ataxia, masalah yang terjadi adalah hal keseimbangan dan koordinasi.
Allah berfirman dalam surat Al Mursalat ayat 20-23, “Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina, kemudian kami letakkan dia dalam tempat yang kokoh (rahim), sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan.” Ayat ini melihat bahwa ketidaksempurnaan fisik memang ditetapkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala sebagai sifat iradah-Nya. Perwujudan logis adanya pengakuan ketidaksempurnaan fisik, maka konsekuensinya adalah memberikan pelayanan yang bersesuaian dengan hak-hak mereka. Ibnu Majah meriwayatkan dalam kitab Sunan-nya, dari hadis Abi Sa’id Al-Khudri berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “....berilah mereka semangat dalam menghadapi takdir, karena hal tersebut tidak akan menolak apa pun. itu menyemangatkan jiwa orang sakit.” Hadis ini menyebutkan jenis terapi yang paling mulia, yaitu petunjuk untuk menyemangati jiwa mereka dengan perbuatan yang menyenangkan.
Menurut Jamila Muhammad (2008) hampir 40% anak-anak yang mengalami cerebral palsy mempunyai kemampuan kognitif yang normal atau bahkan lebih baik daripada anak-anak yang seusia dengannya. Ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan fisik dan komunikasi yang ada tidak membuat mereka menjadi cacat mental. Oleh sebab itu, penilaian dalam berbagai bidang adalah penting untuk memastikan semua aspek cerebral palsy dapat diperhitungkan ketika merencanakan rancangan pendidikan. Kebutuhan pembelajaran bagi cerebral palsy mencakup beberapa aspek, yaitu motorik, afektif, dam kognitf. Allah berfirman dalam surat Al Mukminun [23] ayat 115, “Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami.” Dengan memberikan terapi yang bersesuaian dengan karakteristik penderita cerebral palsy, maka potensi yang ada dapat dioptimalkan dan dapat menjalani kehidupan secara mandiri.
Anak-anak yang mengalami cerebral palsy memerlukan program pembelajaran untuk membantu mengembangkan kemampuan motorik, afektif, dan kognitif. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemunduran yang mencakup fungsi-fungsi persendian, otot-otot serta kondisi tubuhnya, keaktifan anak, dan kemampuan intelektualnya. Pendidik perlu mengupayakan sumber belajar dan media pembelajarannya dalam proses belajar mengajar. Untuk itu pemenuhan kebutuhan belajar yang dapat dimanfaatkan dalam upayanya menyerap materi pembelajar adalah mutlak dilakukan. Salah satu cara agar pembelajaran menjadi kondusif dan bermakna adalah dengan program belajar sambil bermain. Kehadiran program ini diharapkan mampu membantu pendidik dalam menyampaikan materi dengan mengurangi verbalisme yang ada sehingga materi mudah diserap dan dipahami oleh siswa.
Teori pendidikan Islam menyertakan bahwa permainan adalah salah satu komponen pokok dalam proses pendidikan anak. Anak-anak pada zaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan berbagai aktivitas melalui permainan. Para pendahulu juga menekankan pentingnya permainan untuk membangun kesehatan fisik dan perkembangan kemampuan otak anak. Imam Ghazali berkata, “Setelah seorang anak menyelesaikan hafalan Al Qur’an, hendaknya ia diberi kesempatan untuk melakukan permainan yang baik. Seandainya anak dilarang bermain dan membebaninya untuk selalu belajar, maka hal tersebut akan mematikan hati, menghancurkan kecerdasan dan mempersulit langkah kehidupannya. Sehingga si anak akan berusaha untuk mencari akal dan menciptakan tipu daya agar dapat keluar dari semua penderitaan tersebut.” Maka, permainan dinilai sebagai jalan keluar bagi anak dan memenuhi segala kebutuhannnya.
Terapi bermain adalah siasat atau rencana yang cermat mengenai proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, dan atau proses penciptaan sistem lingkungan yang merupakan upaya yang diciptakan dan dirancang untuk mendorong, menggiatkan, mendukung, dan memungkinkan terjadinya anak cerebral palsy belajar secara menyenangkan sehingga dapat mengoptimalkan potensi yang ada. Sebagaimana dicontohkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dari Jabir ra berkata, “Pernah kami bersama Rasullullah, kemudian kami diundang makan bersama. Tiba-tiba kami melihat Hasan bermain di jalan bersama anak-anak kecil lain. Melihat itu Nabi di depan sahabatnya membentangkan tangannya, lalu Beliau kesana-kemari sehingga Husain tertawa. Rasul kemudian membawanya, meletakkan salah satu tangannya di dagunya dan yang lain diletakkan di antara kepala dan kedua telinganya.” (HR. Bhukari dan Tirmidzi serta Hakim).
Kisah lain menyebutkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bermain dengan Hasan dan Husain ra dan meletakkan keduanya di atas punngung beliau, sedangkan beliau berjalan dengan mempergunakan kedua tangan dan kakinya, seraya berkata, “Semulia-mulianya unta adalah kalian berdua dan semulia-mulianya penunggang adalah kalian berdua.” Rasullullah juga membawa mereka berdua ke peraduan beliau dan bermain dengan keduanya. Tidak hanya itu, pada suatu saat Nabi juga telah menyusun dan merencanakan berbagai perlombaan, baik laki-laki maupun perempuan. Kemudian Nabi berkata, “Barangsiapa yang lebih dulu dapat mencapaiku, maka ia akan mendapatkan ini dan itu─dengan menyebutkan hadiah yang yang akan diterima oleh si anak─”. Mendengar ucapan Beliau, anak-anak pun berlomba untuk menuju tubuh Rasullullah. Mereka ada yang langsung bergelayut di punggung Rasullullah dan ada pula yang mendekap dada beliau, sedangkan Beliau langsung menyambut mereka.
Riwayat tersebut mengindikasikan bahwa manfaat yang diperoleh dari bermain akan tampak bila disusun dan diarahkan menjadi permainan yang mendidik. Proses perkembangan potensi anak akan terwujud melalui usaha yang sadar dan terencana jika di dalamnya telah diletakkan muatan yang tertata rapi. Bagi anak cerebral palsy jenis permainan yang dapat dilakukan adalah permainan adaptif, misalnya melempar-lembar bola berwarna-warni kepada orang lain. Sebuah hadis menyebutkan,”Lemparkanlah Bani Ismail, karena kakek moyang kalian adalah orang-orang yang ahli dalam melempar.” (HR. Bukhari). Manfaat yang didapat dari aktifitas ini adalah mengembangkan aspek fisik, mengembangkan aspek motorik, afektif, dan kognitif. Terapi ini dimaksudkan untuk membantu anak-anak mencapai tingkat kemampuan semaksimal mungkin. Agama Islam pun menganjurkan terwujudnya jasmani dan rohani yang kuat dan mampu menjalankan kewajiban di tengah-tengah masyarakat. Sebagaimana sebuah hadis yang mengatakan bahwa seorang mukmin yang kuat tentu akan lebih disukai Allah.
Bermain adalah dunia kerja anak dan menjadi hak setiap anak untuk bermain, tanpa dibatasi usia. Melalui bermain, anak dapat memetik berbagai manfaat bagi perkembangan aspek fisik, kecerdasan dan sosial emosional. Ketiga aspek ini saling menunjang dan tidak dapat dipisahkan. Bila salah satu aspek tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, akan terjadi ketimpangan. Bermain adalah aktivitas yang menyenangkan dan merupakan kebutuhan bagi setiap anak. Maka dari itu, anak dapat belajar berbagai aktivitas tanpa terpaksa.
Bermain mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan anak. Bermain merupakan pengalaman belajar yang sangat berguna untuk anak. Hal ini tentu dapat dijadikan suatu pilihan untuk mengembangkan aspek fisik, inteligensi dan sosial emosional pada cerebral palsy. Melalui bermain, aspek yang kurang seimbang dapat dikembangkan dan diselaraskan. Dengan karakteristik fisik cerebral palsy yang mengalami kekakuan pada bagian-bagian tubuhnya, kegiatan bermain dapat berfungsi meningkatkan keterampilan gerak, menggali potensi gerak tubuh, memperluas pengalaman dan perkembangan gerak, dan motivasi melakukan gerak yang mengarah pada prestasi. Begitu pula dengan aspek sosial dan inteligensinya. Kegiatan yang dilakukan bersama-sama dapat meningkatkan hubungan sehat dalam kelompok dan melatih menyelesaikan masalah yang dihadapi dan meningkatkan kreativitas. Wallahu ‘alam.
Cerebral palsy merupakan suatu cacat yang disebabkan oleh adanya gangguan yang terdapat di dalam otak dan bersifat kekakuan dan kelayuhan pada anggota geraknya. Istilah cerebral palsy juga menerangkan adanya kelainan gerak, sikap, ataupun bentuk tubuh, gangguan koordinasi, dan kadang-kadang disertai gangguan psikologis dan sensoris karena kerusakan atau kecacatan pada masa perkembangan otak.
Kerusakan ini dapat terjadi sebelum, semasa, atau setelah kelahiran disebabkan oleh otak yang tidak berkembang dengan baik atau terjadi insiden yang menyebabkan kerusakan otak yang sedang berkembang, seperti akibat kecelakaan (trauma), kekurangan oksigen, pendarahan, maupun penyakit tertentu. Terdapat tiga jenis cerebral palsy yang utama yaitu cerebral palsy tipe spastic, athetosis, dan ataxia. Pada cerebral palsy tipe spastic, ketegangan otot berada pada tingkat yang abnormal tinggi dan meningkat ketika menjalankan aktivitas. Otot dan sendi terasa kaku sehingga gerakan menjadi terbatas. Cerebral palsy tipe athetosis memiliki ketegangan otot yang berubah secara konstan, tak memiliki koordinasi pergerakan dan tidak terkontrol. Sedangkan pada cerebral palsy tipe ataxia, masalah yang terjadi adalah hal keseimbangan dan koordinasi.
Allah berfirman dalam surat Al Mursalat ayat 20-23, “Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina, kemudian kami letakkan dia dalam tempat yang kokoh (rahim), sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan.” Ayat ini melihat bahwa ketidaksempurnaan fisik memang ditetapkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala sebagai sifat iradah-Nya. Perwujudan logis adanya pengakuan ketidaksempurnaan fisik, maka konsekuensinya adalah memberikan pelayanan yang bersesuaian dengan hak-hak mereka. Ibnu Majah meriwayatkan dalam kitab Sunan-nya, dari hadis Abi Sa’id Al-Khudri berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “....berilah mereka semangat dalam menghadapi takdir, karena hal tersebut tidak akan menolak apa pun. itu menyemangatkan jiwa orang sakit.” Hadis ini menyebutkan jenis terapi yang paling mulia, yaitu petunjuk untuk menyemangati jiwa mereka dengan perbuatan yang menyenangkan.
Menurut Jamila Muhammad (2008) hampir 40% anak-anak yang mengalami cerebral palsy mempunyai kemampuan kognitif yang normal atau bahkan lebih baik daripada anak-anak yang seusia dengannya. Ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan fisik dan komunikasi yang ada tidak membuat mereka menjadi cacat mental. Oleh sebab itu, penilaian dalam berbagai bidang adalah penting untuk memastikan semua aspek cerebral palsy dapat diperhitungkan ketika merencanakan rancangan pendidikan. Kebutuhan pembelajaran bagi cerebral palsy mencakup beberapa aspek, yaitu motorik, afektif, dam kognitf. Allah berfirman dalam surat Al Mukminun [23] ayat 115, “Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami.” Dengan memberikan terapi yang bersesuaian dengan karakteristik penderita cerebral palsy, maka potensi yang ada dapat dioptimalkan dan dapat menjalani kehidupan secara mandiri.
Anak-anak yang mengalami cerebral palsy memerlukan program pembelajaran untuk membantu mengembangkan kemampuan motorik, afektif, dan kognitif. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemunduran yang mencakup fungsi-fungsi persendian, otot-otot serta kondisi tubuhnya, keaktifan anak, dan kemampuan intelektualnya. Pendidik perlu mengupayakan sumber belajar dan media pembelajarannya dalam proses belajar mengajar. Untuk itu pemenuhan kebutuhan belajar yang dapat dimanfaatkan dalam upayanya menyerap materi pembelajar adalah mutlak dilakukan. Salah satu cara agar pembelajaran menjadi kondusif dan bermakna adalah dengan program belajar sambil bermain. Kehadiran program ini diharapkan mampu membantu pendidik dalam menyampaikan materi dengan mengurangi verbalisme yang ada sehingga materi mudah diserap dan dipahami oleh siswa.
Teori pendidikan Islam menyertakan bahwa permainan adalah salah satu komponen pokok dalam proses pendidikan anak. Anak-anak pada zaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan berbagai aktivitas melalui permainan. Para pendahulu juga menekankan pentingnya permainan untuk membangun kesehatan fisik dan perkembangan kemampuan otak anak. Imam Ghazali berkata, “Setelah seorang anak menyelesaikan hafalan Al Qur’an, hendaknya ia diberi kesempatan untuk melakukan permainan yang baik. Seandainya anak dilarang bermain dan membebaninya untuk selalu belajar, maka hal tersebut akan mematikan hati, menghancurkan kecerdasan dan mempersulit langkah kehidupannya. Sehingga si anak akan berusaha untuk mencari akal dan menciptakan tipu daya agar dapat keluar dari semua penderitaan tersebut.” Maka, permainan dinilai sebagai jalan keluar bagi anak dan memenuhi segala kebutuhannnya.
Terapi bermain adalah siasat atau rencana yang cermat mengenai proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, dan atau proses penciptaan sistem lingkungan yang merupakan upaya yang diciptakan dan dirancang untuk mendorong, menggiatkan, mendukung, dan memungkinkan terjadinya anak cerebral palsy belajar secara menyenangkan sehingga dapat mengoptimalkan potensi yang ada. Sebagaimana dicontohkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dari Jabir ra berkata, “Pernah kami bersama Rasullullah, kemudian kami diundang makan bersama. Tiba-tiba kami melihat Hasan bermain di jalan bersama anak-anak kecil lain. Melihat itu Nabi di depan sahabatnya membentangkan tangannya, lalu Beliau kesana-kemari sehingga Husain tertawa. Rasul kemudian membawanya, meletakkan salah satu tangannya di dagunya dan yang lain diletakkan di antara kepala dan kedua telinganya.” (HR. Bhukari dan Tirmidzi serta Hakim).
Kisah lain menyebutkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bermain dengan Hasan dan Husain ra dan meletakkan keduanya di atas punngung beliau, sedangkan beliau berjalan dengan mempergunakan kedua tangan dan kakinya, seraya berkata, “Semulia-mulianya unta adalah kalian berdua dan semulia-mulianya penunggang adalah kalian berdua.” Rasullullah juga membawa mereka berdua ke peraduan beliau dan bermain dengan keduanya. Tidak hanya itu, pada suatu saat Nabi juga telah menyusun dan merencanakan berbagai perlombaan, baik laki-laki maupun perempuan. Kemudian Nabi berkata, “Barangsiapa yang lebih dulu dapat mencapaiku, maka ia akan mendapatkan ini dan itu─dengan menyebutkan hadiah yang yang akan diterima oleh si anak─”. Mendengar ucapan Beliau, anak-anak pun berlomba untuk menuju tubuh Rasullullah. Mereka ada yang langsung bergelayut di punggung Rasullullah dan ada pula yang mendekap dada beliau, sedangkan Beliau langsung menyambut mereka.
Riwayat tersebut mengindikasikan bahwa manfaat yang diperoleh dari bermain akan tampak bila disusun dan diarahkan menjadi permainan yang mendidik. Proses perkembangan potensi anak akan terwujud melalui usaha yang sadar dan terencana jika di dalamnya telah diletakkan muatan yang tertata rapi. Bagi anak cerebral palsy jenis permainan yang dapat dilakukan adalah permainan adaptif, misalnya melempar-lembar bola berwarna-warni kepada orang lain. Sebuah hadis menyebutkan,”Lemparkanlah Bani Ismail, karena kakek moyang kalian adalah orang-orang yang ahli dalam melempar.” (HR. Bukhari). Manfaat yang didapat dari aktifitas ini adalah mengembangkan aspek fisik, mengembangkan aspek motorik, afektif, dan kognitif. Terapi ini dimaksudkan untuk membantu anak-anak mencapai tingkat kemampuan semaksimal mungkin. Agama Islam pun menganjurkan terwujudnya jasmani dan rohani yang kuat dan mampu menjalankan kewajiban di tengah-tengah masyarakat. Sebagaimana sebuah hadis yang mengatakan bahwa seorang mukmin yang kuat tentu akan lebih disukai Allah.
Bermain adalah dunia kerja anak dan menjadi hak setiap anak untuk bermain, tanpa dibatasi usia. Melalui bermain, anak dapat memetik berbagai manfaat bagi perkembangan aspek fisik, kecerdasan dan sosial emosional. Ketiga aspek ini saling menunjang dan tidak dapat dipisahkan. Bila salah satu aspek tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, akan terjadi ketimpangan. Bermain adalah aktivitas yang menyenangkan dan merupakan kebutuhan bagi setiap anak. Maka dari itu, anak dapat belajar berbagai aktivitas tanpa terpaksa.
Bermain mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan anak. Bermain merupakan pengalaman belajar yang sangat berguna untuk anak. Hal ini tentu dapat dijadikan suatu pilihan untuk mengembangkan aspek fisik, inteligensi dan sosial emosional pada cerebral palsy. Melalui bermain, aspek yang kurang seimbang dapat dikembangkan dan diselaraskan. Dengan karakteristik fisik cerebral palsy yang mengalami kekakuan pada bagian-bagian tubuhnya, kegiatan bermain dapat berfungsi meningkatkan keterampilan gerak, menggali potensi gerak tubuh, memperluas pengalaman dan perkembangan gerak, dan motivasi melakukan gerak yang mengarah pada prestasi. Begitu pula dengan aspek sosial dan inteligensinya. Kegiatan yang dilakukan bersama-sama dapat meningkatkan hubungan sehat dalam kelompok dan melatih menyelesaikan masalah yang dihadapi dan meningkatkan kreativitas. Wallahu ‘alam.