Minggu, 29 Maret 2020

Anak Tunanetra (ATN)



Anak Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah  diberi pertolongan dengan alat-alat khusus, mereka masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Klasifikasi Tunanetra kemampuan daya penglihatan:
¨  Ringan : Seseorang yang dikatakan penglihatannya normal, apabila hasil tes Snellen menunjukkan ketajaman penglihatannya 20/20 atau 6/6 meter. Sedangkan untuk seseorang yang mengalami kelainan penglihatan kategori Low vision (kurang lihat), yaitu penyandang tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m. Kondisi yang demikian sesungguhnya penderita masih dapat melihat dengan bantuan alat khusus. Selanjutnya untuk seseorang yang mengalami kelainan penglihatan katergori berat, atau The blind, yaitu penyandang tunanetra yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan 6/60m atau kurang
¨  Kemampuan melihat sedang (moderate visual disability), dimana pada taraf ini mereka masih dapat melaksanakan tugas-tugas visual yang dilakukan orang awas dengan menggunakan alat bantu khusus serta dengan bantuan cahaya yang cukup.
¨  Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability). Pada taraf ini, mereka memiliki penglihatan yang kurang baik, atau kurang akurat meskipun dengan menggunakan alat Bantu visual dan modifikasi, sehingga mereka membutuhkan banyak dan tenaga dalam mengerjakantugas-tugas visual.
¨  Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability)  Pada taraf ini mereka mengalami kesulitan dalam melakukan tugas-tugas visual, dan tidak dapat melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail seperti membaca dan menulis. Untuk itu mereka sudah tidak dapat memanfaatkan penglihatannya dalam pendidikan, dan mengandalkan indra perabaan dan pendengaran dalam menempuh pendidikan.

Klasifikasi Berdasarkan terjadinya ketunanetraan
¨  Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
¨  Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan
¨  Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi
¨  Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri
¨  Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri

Faktor Penyebab Tuna Netra
Ø  Pre Natal,
            Bisa karena keturunan atau pertumbuhan dalam kandungan
Ø  Post Natal
¨  Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras.
¨  ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.
¨  Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan.

Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Akademis
q  Berbagai pendapat para ahli menunjukkan bahwa ketunanetraan dapat mempengaruhi prestasi akademik para penyandangnya.

Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Pribadi dan Sosial
Curiga pada Orang Lain
1)      Mudah Tersinggung
2)      Ketergantungan pada Orang Lain

Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Fisik/Sensorik & Motorik/Perilaku
¨  Aspek Fisik :
            kondisi matanya yang berbeda dengan mata orang awas dan sikap tubuhnya yang  kaku
      Aspek Sensorik :
            menunjukkan kepekaan yang lebih baik pada indera pendengaran dan perabaan dibandingkan dengan anak awas.
      Aspek Motorik/Perilaku:
            Gerakan agak kaku dan kurang fleksibel, serta sering melakukan perilaku stereotip, seperti menggosok-gosok mata dan menepuk-nepuk tangan.

Aktivitas yang Disarankan untuk Tunanetra
1.      Kesegaran jasmani dan gerak
            Peserta didik berpenglihatan terbatas seharusnya membutuhkan kesegaran yang lebih daripada yang berpenglihatan normal, karena bagi yang berpenglihatan terbatas melakukan satu gerak memerlukan usaha yang lebih banyak dari pada diperlukan (Buell,1973);

2.      Keterampilan dan pola gerak dasar
a.       Menyebutkan bagian-bagian tubuh.
b.      Menggerakkan bagian-bagian tubuh secara terpisah.
c.       Mengkoordiansikan gerak dari dua bagian tubuh.
d.      Menggerakkan benda dengan berbagai bagian tubuh.
e.       merasakan ukuran dari berbagai bagian tubuh.
f.       Mengidentifikasi bagian-bagian tubuh dari teman yang lain.
g.      Memelihara keseimbangan di atas balok keseimbangan yang rendah.

3.      Aktivitas individu dan kelompok
            Prinsip pembelajarannya
a.       Tempatkan alat yang berbunyi dalam bola, pada keranjang, pada gawang, dan pada tempat hnggap (base).
b.      gunakan formasi rantai (rabaan).
c.       Aktivitas dimulai dari tempat yang tetap.
d.      Manfaatkan keadaan permukaan tempat bermain (rumput yang tingginya berlainana, pasir, tanah) untuk menyatakan batas lapangan permainan dan daerah luar batas permainan.
e.       Ubah susunan (tekstur) dari alat.

a.       Gunakan dinding yang telah dilapisi/ditutup dengan bahan yang empuk.
b.      Gunakan warna yang cerah dari objek aktivitas dan tanda batas-batas.
c.       Gunakan peluit, memanggil atau meneriakkan nama.
d.      Ukuran lapangan permainan diperkecil.
e.       Batasi jumlah peserta dari kedua tim.
f.       Bermain dengan gerak lambat bila memperkenalkan permainan baru.
g.      Gunakan tanda atau bau sebagai tanda dalam situasi tertentu.
h.      Beritahu pemain yang buta apabila seorang pemain kunci meninggalkan lapangan atau daerah permainan.

Pendidikan
¨  SLB A: KHUSUS tuna netra
¨  SDLB : campur berbagai macam kebutuhan khusus
¨  INKLUSIF:
¤  terkait kemauan anak untuk integrase dg anak normal
¤  Kesediaan lembaga u/menerika ABK
¤  Ketersediaan guru yg paham ABK + sarana khusus

Transisi ke Dewasa
¨  Kemandirian
¤  Melalui pelatihan
¤  Stigma dan penerimaan masy bahwa ABK mampu, tidak terus menerus dikasihani/dibantu
¨  Pekerjaan
¤  Penanganan kurikulum
¤  Pelatihan intensif
¤  Kerjasama bbg pihak
¤  Akomodasi fasilitas (tata ruang, pencahayaan, computer modifikasi)

MENGENAL PENDIDIKAN KHUSUS



Data Direktorat PSLB tahun 2007 menyebutkan bahwa jumlah ABK yang sudah mengikuti pendidikan formal baru mencapai 24,7% atau 78.689 anak dari populasi anak cacat di Indonesia, yaitu 318.600 anak (Directorat PSLB, 2008). Kita juga dihadapkan dengan problematika ABK, misalnya:
1. ABK memiliki keberagaman yang luas dalam karakteristik dan kebutuhannya.
2. Adanya perbedaan dengan anak normal,oleh karenanya pembelajaran itu harus disesuaikandengan kebutuhan anak.
3. Sekolah belum mampu mengakomodasi semua anak.
4. ABK  seyogyanya bersekolah di lingkungan sekitar tempat tinggalnya (fenomena inklusi).
5. Pentingya partisipasi masyarakat dlm pendidikan ABK.
6. Pengajaran yang terpusat pada diri anak merupakan inti dari pembelajaran ABK.
7. Fleksibel kurikulum menyesuaikan dengan anak, bukan kebalikannya.
8. Perlu sumber-sumber dan dukungan yang tepat. 

 

Pendidikan khusus: Suatu sistem layanan pendidikan yang diperuntukkan bagi anak atau individu yang memerlukan layanan pendidikan khusus. Individu yang memerlukan layanan khusus disebut ABK. ABK merupakan Individu yang memerlukan layanan pendidikan khusus  adalah mereka yang secara signifikan berada di luar rerata normal (kurva normal), baik dari segi fisik,  inderawi, mental, sosial, dan emosi sehingga memerlukan pelayanan khusus, agar dapat tumbuh dan berkembang secara sosial, ekonomi, budaya, dan religi bersama-sama dengan masyarakat di sekitarnya .








Berbagai Model Layanan Pendidikan Khusus

ž  Sistem persekolahan:
§  Sistem Segregasi (Sekolah Khusus/SLB)
§  Sistem Non Segregasi:
o   Pendidikan Integrasi
o   Pendidikan Inklusi
   
ž  Sistem Non Persekolahan
                Sistem layanan pendidikan bagi anak yang memerlukan layanan khusus yang diselenggarakan di luar sistem persekolahan, dan dilaksanakan dalam bentuk informal maupun non formal.


 


Pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikut-sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik.

1. Pendidikan Inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon-Shevin dalam O’Neil 1994)
2. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil (Stainback, 1980)  

Kebaikan pendidikan inklusif
}  Membangun kesadaran dan konsensus hilangkan sikap dan nilai yang diskriminatif.
}  Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran.
}  Melibatkan  dan memberdayakan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.

school mapping hazard mutlak disosialisasikan kepada penyandang disabilitas di daerah rawan bencana

Satu dari lima prioritas pelaksanaan kegiatan dalam Kerangka Kerja Hyogo (HFA) pada tahun 2005-2015 adalah membangun bangsa dan masyarakat...