Senin, 26 September 2016

MEMBANGUN (ILUSI) INKLUSI



Difabel sebagai salah satu komunitas masyarakat kadangkala tidak mendapatkan hak-haknya dan cenderung terpinggirkan. Tidak heran jika kemudian paradigma masyarakat terlanjur memberi label negatif yang berdampak buruk bagi perkembangan sosial panyandang difabel. Implikasi sosial dari difabilitas dapat dilihat dari berbagai perlakuan dan kebijakan masyarakat tentang difabel. Tanpa disadari masyarakat cenderung memandang difabel dari segi negatif sehingga kebutuhan sosial penyandang difabel yang menyangkut partisipasi dan penerimaan sosial menjadi tidak terpenuhi. 

Perlu diakui bahwa usaha-usaha pencitraan positif bagi penyandang difabel telah gencar dilakukan, misalnya memperluas akses pendidikan, pertunjukkan bakat minat, sampai memperbanyak akses fasilitas sosial yang memudahkan difabel beraktifitas. Sistem birokrasi yang mempermudah difabel dalam berkontribusi dalam masyarakat juga memiliki andil besar dalam usaha pencitraan positif. Usaha ini sejalan dengan perubahan pandangan dunia modern terhadap difabel dimana sekarang tidak lagi dianggap orang cacat dan perlu disantuni, tetapi sebagai individu yang mandiri, dapat melakukan keputusan sendiri dan memiliki hak dalam bermasyarakat. 

Berkaca pada Peraturan Walikota DIY No. 8 tahun 2014 tentang Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, maka pemenuhan hak-hak bagi difabel harus diupayakan, apalagi jika menyangkut hak dasar difabel. Kondisi menguatnya partisipasi aktif difabel merupakan dampak dari berbagai kebijakan pemerintah, seperti jalur khusus difabel dalam penerimaan pegawai negeri, pencanangan kawasan Malioboro sebagai kawasan ramah difabel, merebaknya sekolah-sekolah inklusi, maupun dibangunnya fasilitas umum yang dapat diakses difabel.

 Pencanangan Kota Yogyakarta sebagai Kota Inklusi harus disertai dengan partisipasi aktif dari semua pihak. Segala kebijakan publik dalam berbagai sektor mulai dari politik, sosial, budaya, hukum, HAM, bahkan pendidikan seyogyanya dapat mengakomodasi kebutuhan difabel sehingga kota inklusi yang ramah bagi difabel dapat benar-benar dirasakan oleh semua pihak.

school mapping hazard mutlak disosialisasikan kepada penyandang disabilitas di daerah rawan bencana

Satu dari lima prioritas pelaksanaan kegiatan dalam Kerangka Kerja Hyogo (HFA) pada tahun 2005-2015 adalah membangun bangsa dan masyarakat...