Jumat, 03 Desember 2010

Sobitusa: A Memoir of the Weird Years

Rabu, 16 Agustus 2006

Pagi itu, aku terus memutar-mutarkan bola mataku. Ini adalah hari pertamaku mengikuti seminar, lebih tepatnya workshop tunanetra. Bagi mahasiswa baru sepertiku, mencari lokasi tempat acara berlangsung bukan hal yang mudah. Makanya beberapa hari sebelum itu, aku sudah mencari ruang sidang 2 agar saat hari H aku tak perlu lagi repot-repot mencari. Ternyata, semuanya berantakan. Tepat di pintu masuk parkir FIP, ada selembar kertas yang di tempel: pemberitahuan bahwa workshop tidak jadi dilaksanakan di ruang sidang 2, tapi di auditorium. Ya Allah, mana lagi itu?

Aku lantas bertanya kepada mbak-mbak yang sedang berjalan tepat di sampingku. Beliau mengatakan jika auditorium ada di dekat perpus. Setelah mengucapkan terimakasih, aku lantas meninggalkannya. Namun setelah beberapa saat berjalan, aku tersadar bahwa aku belum bertanya sesuatu yang urgen: letak perpus pun aku tak tahu!! Belum lagi perpus FIP atau pusat. Wadhuh!



Aku yang pemalu ini lantas berputar-putar di kampus tanpa tahu arah. Aku melintasi gedung BEM Univ (sekarang lemlit di depan FISE), berjalan terus ke arah barat dan tahu-tahu melintasi MIPA yang di depannya terdapat Masjid Mujahidin.

Ah, aku terus berjalan berbelok ke arah timur dan ingin bertanya lagi. Kulihat ada dua orang mahasiswa yang sedang berjalan di depan Aula Regristasi Unit 2 FIP (sekarang Museum Pendidikan Indonesia, belakang Rektorat). Namun aneh, tiba-tiba dua orang itu malah berjalan mendekatiku tanpa disuruh.

“Mas, mau tanya nih. Auditorium itu sebelah mana ya?” tanya seseorang di antara mereka

Aku sedikit tersentak. Lalu langsung kujawab, “Mbak dari PLB juga, ya?”

“Iya,” kata mereka serempak.

“Aduh, maaf. Aku juga dari tadi nyasar nggak nemu-nemu dimana auditorium.“

Kulihat raut muka mereka berubah. Dengan pasrah, kami bertiga pun kembali menyusuri UNY dan mencari auditorium yang entah berada dimana....

Setelah beberapa hari, aku baru tahu kalau mereka bernama Icha (Erlisa) dan Cucu. Dua orang yang ingin kutanyai, tapi malah balik bertanya.... Yah, Icha dan Cucu adalah dua orang yang pertama kali kukenal dengan pertemuan yang sangat aneh.



Sabtu, 26 Agustus 2006.

Berhubung dua hari lagi sudah OSPEK, hari ini pun banyak teman yang datang ke FIP. Yang pertama kali menyapaku saat itu di dekat koridor adalah Hari Prasetyo. Kami berdua lantas muter-muter UNY untuk membuat toga kertas dan papan nama berwarna hijau. Karena banyak yang dipersiapkan, kami membelinya di samping BEM Univ dengan harga 10 ribu perbuah. Setelah semua komplit, dengan bangga kami pun kembali ke fakultas. Tak disangka, di samping utara koridor, kami bertemu Berti yang mengaku dari PLB juga. Dengan malu-malu ia menghampiri kami. Ternyata ia mau meminjam toga dan papan nama kami dan lantas dijiplak di atas kertas koran! Hihi...



Barang yang harus dipersiapkan saat Ospek pun cukup membuat kami penasaran karena berbentuk teka-teki. Ada “minuman keruh bervitamin”, “air mineral 95 mili”, “bantal bergizi”, bahkan “kursi lipat”. Aku sempat berdecak kagum saat Hari benar-benar membeli kursi lipat berwarna merah, padahal kursi lipat yang dimaksud adalah kertas koran untuk alas duduk!!



Selasa, 29 Agustus 2006,

Hari ini, hari pertamaku OSPEK. Dengan mengenakan baju putih, dasi, celana dan sepatu hitam, serta aneka atribut, aku berjalan di kerumunan mahasiswa di samping hutan mlanding (sekarang Pasca Sarjana). Di dekat hutan yang sejuk itu, aku berkenalan dengan Arvi dan Amel. Mereka mengenakan tas berwarna biru beraksen kuning. Saat itu aku sering bingung untuk membedakannya. Yang menjadi penanda adalah tahi lalat di dagu Arvi yang sekarang telah di operasi. Saat memanggil pun yang pertama kali aku lihat adalah dagunya biar tidak keliru.



Di OSPEK Univ, aku masuk gugus Frobel. Tidak ada teman PLB yang kutemui di sini. Baru saat Ospek Fakultas, aku satu kelompok dengan Danu dan Galih di gugus 1 Director yang mendapatkan predikat gugus terbaik. Saat itu, aku sangat was-was. Apalagi waktu itu banyak kasus yang di blow up di televisi tentang kekerasan saat OSPEK. Aku takut di kerjain macam-macam, dipukuli, disekap, digunduli.... Tapi, ternyata itu semua tak berlaku di UNY. UNY adalah kampus pendidikan yang ramah. OSPEK pun lebih banyak diisi dengan diskusi dan bernyayi



“Di tengah-tengah gedung, di tempat yang menghijau, mahasiswa FIP UNY berkumpul. Berdiskusi bersama, menambah wawasannya, membahas pendidikan Indonesia.... Kawanku..kawanku..kami semua dari FIP. Bersama teman-teman, tunaikan kewajiban, mendidik putra-putri Indonesia.”



Selasa, 22 Desember 2009 (the time running so fast)

Aku duduk di gazebo Barat bersama Safrina dan beberapa guru yang mengambil PKS─Program Kelanjutan Studi. Aku dan Safrina duduk di gazebo bukan tanpa alasan─merencanakan misi rahasia yang kami anggap sebagai bubuk amunisi, yang semoga bisa meledak. Kami membuat novel! Bercerita tentang manusia tertindas dan berdarah-darah melawan kemunafikan dunia. Tokoh utamanya cukup misterius, menyukai menulis padahal dia sendiri tidak bisa menulis ─banyak ahli yang menyebutnya cerebral palsy. Ia berkata keras, dan aku mencatat kata-katanya dalam otakku. Aku tahu, aku harus mengingatnya secara detil karena tokoh utamanya adalah dia sendiri: Safrina─gadis cerebral palsy yang pernah berpikiran untuk bunuh diri lantaran pohon kesayangannya ditebang dan dibuat pasca sarjana.



Alhamdulillah, minggu kedua Ramadhan 1431 H, Agustus 2010 (delapan bulan kemudian), kumpulan cerita parodi yang di-publish oleh Forum Lingkar Pena berhasil di-launching. Di buku itu ada karyaku dan Safrina. Meskipun bukan buku komersil, tapi ini adalah pemantapan diri kami sebagai pejuang pena. Semangat, Nin!!



Rabu, 3 November 2010

Hari ini aku, Andri, Amel dan Arvi duduk di belakang pasca sarjana, tepat di samping jungkat-jungkit berwarna ngejreng. Hari ini Arvi dan Amel memberikan kabar gembira jika utang wirausaha “PMW” 9,3 juta sudah dilunasin karena mereka di bulan November ini akan wisuda. Ah, jadi teringat si Hari, temanku saat muter-muter mencari penugasan OSPEK empat tahun lalu juga akan wisuda. Safrina malah sudah wisuda Agustus lalu. Sedang Andri, Icha, dan Cucu sudah menyelesaikan pendadaranya. Akan banyak yang wisuda bulan ini!!



Selasa 30 November 2010

Aku masih berkutat dengan BAB IV skripsi. Sudah beberapa minggu ini lokasi penelitianku di Muntilan tertutup abu (Merapi sedang curhat nih!!).... Aku teringat, hari ini dua tahun lalu (2008), aku ikut Seminar Melatih Motorik Halus Anak di Jogjakarta Internasional Hospital (JIH). Aku nebeng Andri saat ke tempat itu, sampai sana pun, alhamdulillah dapat mug JIH lantaran ikut lomba joged bareng Rini. Orang Magelang emang pada jago joged hihi...



Kawan, banyak kisah yang tercipta dan akan selalu teringat di sini (sambil menepuk dada). Kisah itu memang tak pernah terulang kembali, namun tenang saja. Kisah kita belum selesai dan tak kan pernah selesai.

Still not end yet,guys...

1 komentar:

Anonim mengatakan...

hidup antum seru, ya.
Atau karena cerita ini ditulis seorang pejuang pena??

_keepwriting_

school mapping hazard mutlak disosialisasikan kepada penyandang disabilitas di daerah rawan bencana

Satu dari lima prioritas pelaksanaan kegiatan dalam Kerangka Kerja Hyogo (HFA) pada tahun 2005-2015 adalah membangun bangsa dan masyarakat...