Senin, 11 Juni 2012

Aktivis Prestatif yang Didamba


Mahasiswa mendapatkan tanggung jawab khusus untuk dapat memberikan kontribusi solutif bagi permasalahan kehidupan bangsa, yang lebih jauh lagi dapat merubah keadaan politik suatu negara. Hal ini berpijak dari peran mahasiswa sebagai agen perubahan, cadangan masa depan dan garda terdepan sangatlah tinggi.

Dalam kegiatan yang dilakukan di perguruan tinggi, nilai akademik memang penting untuk kelancaran perkuliahan. Akan tetapi, proses belajar peserta didik tidak hanya sebatas penguasaan ilmu pengetahuan saja. Mahasiswa juga harus memiliki karakteristik positif misalnya peka terhadap isu-isu nasional.

Memang, mahasiswa tidak dapat mengandalkan akademik semata untuk mengembangkan potensi dan memantapkan kepribadian. Oleh karena itu, perguruan tinggi memiliki wadah yang berorientasi pada kegiatan di luar akademik bagi pengembangan kualitas dan kapasitas diri, misalnya Badan Eksekutif Mahasiswa, Dewan Perwakilan Mahasiswa, maupun Unit Kegiatan Mahasiswa.

Akan tetapi, melalui wadah inilah mahasiswa dengan segala idealismenya sering melakukan aksi-aksi untuk menuntut segala sesuatu yang dipandang tidak ideal. Patut disayangkan, dengan adanya tindak aksi-aksi yang berujung pada perusakan, sesungguhnya peran mahasiswa patut dipertanyakan apakah mereka mengerti akan apa yang diperjuangkan atau hanya sekedar ikut-ikutan?

Mahasiswa yang mengerti demokrasi seharusnya dapat menyuarakan persoalan etika, budaya dan sosial secara independen dan dengan penuh tanggung jawab intelektual. Dan hal tersebut tidak terlihat dalam aksi mahasiswa yang tidak tahu makna demokrasi, dimana cenderung berbuat anarkis. Padahal, barang-barang yang ikut dirusak (misalnya mobil dinas, pagar, maupun kaca gedung yang dipecahkan) juga merupakan uang rakyat yang seharusnya dijaga dengan baik.

Maka, tidak berlebihan bila aktivis kampus yang cenderung anarkis tidak dapat dikategorikan sebagai agen perubahan, cadangan masa depan dan garda terdepan. Sejatinya, mahasiswa diharapkan dapat menghasilkan karya solutif untuk kelangsungan dan kehidupan bangsanya, baik secara akademik maupun non akademik. Akan lebih baik lagi jika mahasiswa aktivis berlaga melalui tulisan di surat kabar. Melalui jalur ini, kapasitas intelektual mahasiswa akan semakin diakui daripada sekedar teriak-teriak di depan gedung dewan yang belum tentu didengar.

Tentu saja sebagai mahasiswa yang mengerti akan kewajibannya sebagai pembelajar, nilai akademik tetap menjadi sesuatu yang harus dijaga. Boleh dibilang belum banyak mahasiswa yang dapat mengimbangkan kegiatan akademik dan organisasi, yang biasanya mahasiswa aktifis dengan nilai tipis atau mahasiswa dengan IPK tinggi tapi minim organisasi.

2 komentar:

sobat mengatakan...

mahasiswa: antara idealisme dan realita

Anonim mengatakan...

saya setuju dengan hal di atas. memang, sulit menyeimbangkan waktu sehingga memang harus ada yang dikorbankan.

school mapping hazard mutlak disosialisasikan kepada penyandang disabilitas di daerah rawan bencana

Satu dari lima prioritas pelaksanaan kegiatan dalam Kerangka Kerja Hyogo (HFA) pada tahun 2005-2015 adalah membangun bangsa dan masyarakat...