Selasa, 24 Maret 2020

BENCANA BISA DATANG KAPAN SAJA (BAGIAN 2)

DWITYA SOBAT ADY DHARMA

Berita bencana alam di televisi mungkin hanya akan dikalahkan oleh berita korupsi atau para aktivis yang sedang berdemo. Hal ini jelas, negeri kita tercinta ini memang rawan bencana! Mulai dari banjir, gunung meletus, longsor, gempa bumi, sampai peristiwa yang paling konyol: serbuan ulat bulu di Bekasi. Entahlah, mungkin Tuhan memang menganugerahkan negeri ini dengan banyak masalah agar semakin kreatif. Tapi kenyataannya tidak demikian. Banyak difabel netra yang malah semakin merana karena sedikit orang yang peduli. Tampaknya serius, ya!
Baiklah, apa sih yang tebersit dalam pikiran kamu saat mendengar kata difabel netra? Orang yang malang dan selalu bergantung pada orang lain? Atau mungkin pihak yang harus mendapat santunan dan bernyanyi-nyanyi di pingir jalan? Wah, kamu ketinggalan jaman! Banyak kok dari difabel netra yang berprestasi. Tapi memang harus diakui banyak orang yang berkata seperti itu. Sebabnya jelas: akses para difabel untuk dapat mengembangkan diri yang berorientasi pada prestasi sangat minim. So, memandirikan difabel netra merupakan hal yang tidak bisa ditawar lagi. Jika difabel netra mampu mandiri di masyarakat, maka citra positifakan terbangun sehingga pandangan miring dapat diminimalisasi.
Mandiri bagi difabel netra mungkin tak hanya mandi sendiri atau paling tidak bisa menjaga agar cabe yang baru dimakan tidak nyelip di gigi. Mandiri bagi difabel lebih dari itu jika kita tinggal di Indonesia. Kalian tahu maksudnya kan? Coba pikir sekali lagi. Hmm…begini: Apa yang bisa kalian bayangkan jika ada difabel netra yang terjebak dalam situasi gempa? Menjerit-jerit, heboh, tampak galau, risau? Jangan menghakimi, tapi ada juga yang seperti itu.
Ya, mari berbicara masalah solusi, teman! Kejadian heboh itu sebetulnya bisa diminimalisasi jika difabel netra punya kemampuan menyelamatkan diri. Ini penting. Kebanyakan dari difabel belum mengetahui apa yang harus dilakukan ketika gempa berlangsung. Sedikit merefleksi gempa Jogja lalu, tak sedikit korban yang merupakan difabel usia sekolah. Maka untuk menjawab tantangan tersebut diperlukan pelayanan yang mengarah pada pengembangan aksi tanggap darurat yang menitikberatkan pada kemandirian difabel saat gempa terjadi.
Tapi, sebetulnya sebaik apapun tutor melatih aksi tanggap dadurat, akan jadi sia-sia jika kemampuan Orientasi dan Mobilitas (O&M) difabel belum matang. Jadi memang hal pertama yang harus dilatih adalah kemampuan O&M-nya. Melatih kemampuan O&M merupakan upaya untuk mengenalkan dan memberikan akses yang lebih memfasilitasi untuk dapat menyelamatkan diri ketika bencana tiba.
Difabel seringkali terlupakan saat gempa melanda. Oleh karena itu tujuan akhir dalam training O&M adalah membuatnya mampu memasuki setiap lingkungan yang dikenal maupun tidak dikenal dengan aman dan efisien. O&M mengajarkan difabel netra untuk dapat bergerak dan menyelamatkan diri ketika orang-orang melupakannya. Adapun tujuan meningkatkan kemampuan O&M adalah agar difabel netra dapat bergerak dengan selamat, bergerak dengan mandiri, dan dapat bergerak secara efektif serta efisien.
  1. A.     Bergerak dengan selamat
Kemampuan O&M akan memberikan keterampilan kepada difabel netra untuk dapat mengatasi bahaya yang terdapat di sekelilingnya. Dengan indra-indra yang terlatih, difabel netra setidaknya dapat mengetahui bagian-bagian di lingkungannya yang aman untuk berlindung ataupun tempat-tempat berbahaya.
Yang perlu diperhatikan saat gempa bagi difabel adalah[1] harus mengutamakan keselamatan kepala saat gempa. Lindungi diri di bawah meja atau tempat tidur. Berpeganglah pada kaki meja sehingga kepala dan tubuh terlindung dari reruntuhan bangunan dan barang-barang.
Jangan panik dan terburu-buru keluar dari rumah. Jangan biarkan sesuatu menjatuhi badan, dan hati-hati dengan pecahan kaca dan genting yang jatuh. Dalam keadaan panik difabel sering membahayakan diri sendiri.
Rencanakan langkah-langkah penyelamatan dari pecahan kaca dan benda-benda berbahaya lainnya. Pakailah selalu sandal atau sepatu untuk penyelamatan darurat. Jaga jarak dari jendela dan barang yang mudah pecah.
Biasakan membuka pintu dan jendela ketika mulai terasa getaran. Membuka pintu dan jendela bertujuan untuk penyelamatan keluar dari bangunan. Ini untuk mencegah engsel pintu bergeser dan rusak sehingga tidak dapat dibuka.
Matikan kompor atau api secepatnya dan pastikan benar-benar padam. Atau jika kesiulitan, matikan kompor setelah gempa berhenti. Sediakan tabung pemadam kebakaran atau ember berisi air di tempat yang terjangkau. Penuhi air di bak mandi agar bisa digunakan untuk memadamkan api pada saat darurat.
Jauhi dinding yang tidak kokoh. Menjauhlah dari dinding batu ketika kita merasakan gempa di luar ruangan. Dinding yang tidak kokoh dapat meruntuhi badan.
Menurut Irham Hosni (1996) pengetahuan yang diberikan dalam O&M akan membuatnya selamat dalam bergerak pada situasi tersebut.[2] Dengan kemampuan O&M, difabel netra akan lebih waspada di lingkungan, terutama pada saat-saat yang berbahaya.
Kemampuan yang harus menjadi perhatian misalnya: Kemampuan mengenali jalan keluar (jika berada di dalam ruangan), kemampuan menggunakan tongkat, kemampuan menyeberang jalan, kemampuan membedakan suara, kemampuan membedakan bau-bauan, maupun kemampuan menentukan arah.

B. Bergerak dengan mandiri
Horton (1986) berpendapat bahwa “this (O&M training) allows them more freedom and makes them less dependent.”[3] Kemampuan O&M akan memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada difabel netra dalam bergerak, sehingga tidak banyak bergantung dan meminta bantuan orang lain. Difabel netra pun dapat menjadi pribadi yang independen dan tidak banyak menyusahkan orang lain dalam bermobilitas.
Saat gempa melanda, dimana kadang orang-orang di sekeliling difabel lebih mementingkan diri sendiri, difabel setidaknya dapat berbuat sesuatu untuk menyelamatkan dirinya secara independen. Permasalahan lain yang dihadapi difabel adalah kesempatan mereka untuk menyelamatkan diri pada situasi panik sangatlah terbatas karena tidak tersedianya alat transportasi yang aksesibel bagi mereka.
Selain itu, bahwa sistem evakuasi bencana yang ada belum memperhitungkan keberadaan para kelompok rentan termasuk di dalamnya difabel. Sistem evakuasi bencana yang ada masih berdasar pada evakuasi terhadap masyarakat normal. Untuk itu perlu didesain sebuah sistem evakuasi bencana yang memperhitungkan keberadaan para kelompok rentan (vulnerable group) yang meliputi antara lain anak-anak, ibu hamil, lanjut usia dan difabel (Fuad, 2006)[4]. Dan paling tidak memberikan training kepada difabel untuk dapat memperluas akses penyelamatan.

C. Bergerak dengan efisien dan efektif
Difabel netra dalam bergerak dan bepergian tidak berdasarkan pada coba-coba tetapi gerakannya terarah kepada tujuan. Ia akan memilih jarak dan waktu yang paling pendek dan sedikit bergerak. Oleh karena itu, dalam menuju tujuan tersebut difabel netra harus mampu menggunaan indra yang masih berfungsi dengan baik. Indra yang masih berfungsi ini digunakan untuk menangkap informasi dari lingkungan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pelatihan adalah[5] tutor perlu memperhatikan tingkat Orientasi dan Mobilitas difabel netra. apabila ia sudah memiliki kemampuan O&M yang baik, maka tutor perlu memberikan informasi mengenai teknik penyelamatan diri. Akan tetapi jika difabel netra belum memiliki kemampuan O&M yang baik (belum dapat menyelamatkan diri secara mandiri), maka diperlukan pendamping khusus atau teman yang bertanggung jawab yang dapat menolong difabel.


[1]Puthut (ASB Indonesia). 10 Saran Keselamatan Menghadapi Gempa Bumi. Sahabat. Edisi 3, April 2011.
[2]Irham Hosni. (1996). Buku Ajar Orientasi dan Mobilitas. Jakarta: Departemen Pendidikan danKebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi.h.59.
[3]Horton, J. K.. (1986). Community Based Rehabilitation of The Rural Blind (A Training Guide for Field Workers). New York, USA: Helen Keller Internasional, Inc.h.9.
[4]Saru Arifin. (2008). Model Kebijakan Mitigasi Bencana Alam Bagi Difabel (Studi Kasus di KabupatenBantul, Yogyakarta). Jurnal Fenomena Volume 6-Nomor 1-Maret 2008. http://www.uii.ac.id ; http://dppm.uii.ac.id.
[5]ASB. (2009). AHA, Sekarang Aku Bisa. ASB Indonesia. h. 11.

1 komentar:

Musfika mengatakan...

Terima kasih atas informasinya, yuk kunjungi juga disini dan disini

school mapping hazard mutlak disosialisasikan kepada penyandang disabilitas di daerah rawan bencana

Satu dari lima prioritas pelaksanaan kegiatan dalam Kerangka Kerja Hyogo (HFA) pada tahun 2005-2015 adalah membangun bangsa dan masyarakat...