Program pendidikan untuk anak-anak dengan kecacatan berat dan ganda
telah mengalami perkembangan selama 30 atau 40 tahun terakhir. Upaya awal untuk
mendidik siswa dengan cacat berat didirikan pada pendekatan perkembangan anak-anak normal, yang melibatkan keterampilan mengajar dalam
urutan yang sama yang dipelajari oleh anak-anak normal/ tanpa kecacatan. Ini didasarkan pada
asumsi yang keliru bahwa semua anak dengan disabilitas berkembang dalam urutan
yang sama dengan anak-anak tanpa cacat, meskipun pada tingkat yang lebih
lambat. Pada akhir 1970-an, Lou Brown dan lainnya memperkenalkan konsep
Kriteria Fungsi Utama (Brown, Nietupski, & Hamre-Nietupski, 1976; Brown et
al., 1979). Ini melahirkan pendekatan kurikuler baru yang dikenal sebagai
pendekatan fungsional yang lebih mengedepankan kondisi anak yang sesungguhnya.
Instruksi sistematis yang dirancang dalam analisis perilaku terapan, sangat efektif untuk anak tunaganda, karena tunaganda lebih mungkin untuk merespon metode pengajaran yang
tepat (Halle, Chadsey, Lee, & Renzaglia, 2004). Intruksi sistematis
membahas semua fase pembelajaran: akuisisi, produksi, generalisasi, dan
pemeliharaan. Prinsip paling mendasar dari instruksi sistematis adalah setiap
perilaku didahului oleh anteseden dan diikuti oleh konsekuensi. Kemungkinan
perilaku yang diulang dapat ditingkatkan dengan memberikan anteseden (termasuk
petunjuk) dan konsekuensi (termasuk penguatan) yang sesuai dengan kebutuhan
individu dalam aktivitas tertentu.
Prinsip-prinsip panduan untuk pengajaran yang sistematis meliputi
1.
Mengajar keterampilan yang bermakna dan fungsional,
2.
Pembelajaran sesuai kondisi,
3.
Memfasilitasi perhatian pada kelebihan anak,
4.
Memberikan kesempatan yang sering untuk berlatih, dan
5.
Menyediakan lingkungan pembelajaran yang positif” (Halle dkk., 2004, hlm.
55–56).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar