Minggu, 23 Agustus 2020

Membuat Karya dari Pengalaman Sehari-Hari

 

 

Pada kesempatan ini,  kita akan membahas sebuah tema yang menarik tentang proses kreatif membuat karya dari pengalaman sehari-hari.

Tentu sahabat bertanya, bukankah karya itu sangat banyak bentuknya? Juga yang namanya pengalaman sehari-hari itu juga sangat banyak ragamnya.

Oleh sebab itu, kita pada edisi ini, akan lebih terfokus pada karya tulis. Karya tulis ini memiliki dua ragam bentuk. Bentuk yang pertama adalah fiksi seperti cerpen, flash fiction, puisi, atau mungkin mungkin. Bentuk yang kedua adalah non-fiksi, seperti esai, opini, ataupun makalah.

Nah, selama membersamai teman-teman yang tergabung dalam program penelitian internal, muncul beberapa permasalah, misalnya:

1.       Kesulitan dalam mengemas ide yang berserakan.

2.       Kesulitan dalam membagi waktu, antara pekerjaan, urusan rumah tangga, bisnis pribadi, dsb

3.       Ide yang mandeg/ terhenti. Sehingga menulis seperti beban. Frustasi, stress, malas.

4.       Kesulitan dalam mengembangkan paragraf.

5.       Tidak percaya diri dalam menulis

Dan masih banyak permasalah yang lain, yang sebetulnya ketika digali lagi akan ada banyak yang akan ditemukan. nah, ketika dicermati, ketika ada banyak sekali permasalahan yang muncul, permasalahan ini mengarah pada satu sebab. sebabnya adalah kegiatan yang dilakukan belum bermakna secara personal. Mengapa belum bermakna, karena masih belum menemukan passion. Akibatnya, kegiatan menulis menjadi kegiatan yang menyiksa, ingin segera mengakhiri, ingin lepas.

Di sisi lain, ada banyak juga orang yang menulis hingga larut malam, ketika ia istirahat, ia ingin segera menulis lagi, ingin segera menyelesaikan, apabila telah selesai pun ingin segera memulai hal baru. Ini bisa terjadi karena ia menemukan makna, menemukan keasyikan, sehingga kegiatan ini menjadi fun.

Oleh sebab itu, pada kesempatan ini, kita akan membahas bagaimana proses kreatif membuat tulisan, agar kita tidak terjebak dalam rutinitas dan tetap menjadi kegiatan yang menggembirakan.

 

Yang pertama, sahabat harus menggali makna terdalam mengapa saya membuat karya tersebut. Makna terdalam ini sangat berbeda-beda setiap orang, misalnya apakah membuat karya karena uang, karena hobi, karena tuntutan pekerjaan, atau mungkin karena sedang mengikuti program menulis. Sehingga makna terdalam dari tiap orang ini sangat berbeda-beda.

Sahabat, apabila dalam membuat karya ini terasa berat, coba jujur pada diri sendiri, motivasi terbesar apa yang membuat sahabat mau membuat karya. Beberapa orang mampu mempertahankan motivasinya karena memang ada hal yang membuatnya selalu lekat dengan kegiatan tersebut. Kalau kata para motivator, ini disebut passion. Kalau sudah passion, mau sebesar apapun kegiatan, seberat apapun kegiatan, pastilah dilakukan tanpa beban.

Nah, apabila kita masih ada ganjalan dalam membuat karya, membuat karya serasa hukuman, tidak rileks, tegang, coba gali lebih dalam lagi. Penggalian ini bisa dengan mengendapkan pikiran karena untuk menjernihkan air yang keruh adalah dengan mendiamkannya. Apabila dengan cara ini masih sulit dalam membuat karya, coba cara yang kedua ini.

 

Cara yang kedua adalah menggali ide dengan mengasah kepekaan kita. Sahabat, setiap benda yang ada di sekitar kita, menyimpan banyak ide yang bisa kita eksplor. Misalnya kemoceng. Bagi yang cuek, banyak yang hanya memikirkan kemoceng hanya alat untuk bersih-bersih. Tapi coba kita cermati ya sahabat.

Kemoceng ini ada banyak unsur, ada bulu ayam, ada tongkat rotan, ada pengait, ada paku, ada tali. Dengan berbagai macam unsur ini, pernahkan kita berpikir ada cerita apa di balik unsur tersebut? Misalnya bulu ayam: sebelum bulu ini siap ditempel di batang rotan, ada seseorang yang berjasa. Siapa dia. Pertama, peternak ayam. Kedua, orang yang menyembelih ayam. Ketiga, orang yang mencabuti bulu ayam, menyortir bulu ayam, mencuci, memberi pewarna, menjemur. Setelah itu ada orang yang merangkai. Begitu panjang sekali prosesnya, bukan?. Itu baru satu unsur saja sahabat. Belum lagi rotan, paku dan lain sebagainya.

Di satu benda saja ada banyak cerita, apalagi kalau dalam kehidupan sehari-hari kita sering berjalan-jalan, membeli banyak barang, suka bertemu dengan orang. pastinya ide sangat banyak.

Nah, mungkin ada yang bertanya: kalau ide sangat banyak, tapi kok tetap tidak bisa membuat sebuah karya?

Pesan saya, jangan memperumit diri. carilah sesuatu yang sederhana, dekat dengan diri kita, tidk usah mencari hal-hal aneh agar terlihat keren. Jika sahabat seorang guru, cari ide terdekat dengan pembelajaran. Jika seorang jurus masak, bisa menulis kumpulan resep. Jadilah ekspert di bidangnya masing-masing.

Jika masih kesulitan juga, Ada tips yang ketiga.

 

Yang ketiga adalah kuasai cara memproduksi atau mengemas ide menjadi sebuah karya. Sahabat, ada dari kita sering mengaku punya banyak ide, tapi kok tetap tidak bisa membuat sebuah karya? Bisa jadi seseorang tersebut masih belum menguasai bagaimana cara mengemas ide.

Pertanyaan yang dilontarkan kemudian, bisa jadi seperti ini: bagaimana mengemas ide menjadi sebuah karya? Atau masih bingung cara mengemasnya?

Sahabat, setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda bagaimana mengemas ide agar menjadi karya. Untuk saya secara personal ada beberapa langkah:

1)      Tentukan jenis karya yang akan kita buat. Apakah esai, apakah opini di surat kabar, apakah makalah, buku, cerpen?

2)      Setelah menentukan jenis karya, kita bisa mencermati berbagai karya yang serupa dari orang lain. Misalnya, ketika kita ingin membuat opini di surat kabar, kita bisa sering-sering membaca opini di surat kabar. Mencermati alurnya, berapa kata, template nya. Bisa juga ditambah bagaimana proses pengiriman.

3)      Setelah mencermati, maka kita harus, mau tidak mau wajib untuk segera menulis. Ini terkait dengan proses kreatif yang keempat, yaitu segera mengemas ide agar tidak lupa.

 

Keempat, ya mau tidak mau kita harus segera memproduksi karya agar ide yang bagus tidak hilang atau terlupa. Bisa jadi, ada juga yang berkomentar, wah...kayaknya kok tetap tidak bisa menulis ya?

Kalau memang begini, berarti sahabat kurang asupan buku-buku bergizi. Di manapun, menulis membutuhkan membaca, membaca membutuhkan menulis. Dua kegiatan ini adalah kegiatan yang tidak bisa dipisakan. Dengan membaca, secara tidak langsung kita menabung kata-kata. Dan percaya atau tidak, buku-buku yang kita baca akan banyak berpengaruh pada kosa kata yang kita gunakan.

 

Semoga bermanfaat ya..nantikan sharing selanjutnya

(Dwitya Sobat Ady Dharma)

 

 

 

 

 

 

1 komentar:

Musfika mengatakan...

sangat menginspirasi, yuk kunjungi juga klik disini dan disini

school mapping hazard mutlak disosialisasikan kepada penyandang disabilitas di daerah rawan bencana

Satu dari lima prioritas pelaksanaan kegiatan dalam Kerangka Kerja Hyogo (HFA) pada tahun 2005-2015 adalah membangun bangsa dan masyarakat...