Jumat, 27 Maret 2020

Keterbatasan Penyandang Tunanetra


Lowenfeld (Scholl, 1986: 315) menyebutkan terdapat tiga keterbatasan yang dialami penyandang tunanetra, yaitu “in the control of the environment and the self in relation to it, in the ability to get about, and in the range and variety of concepts.” Penjabarannya sebagai berikut:


a.    In the control of the environment and the self in relation to it

        Seorang tunanetra mungkin tidak mampu menentukan kapan orang lain keluar atau masuk ruangan atau berjalan menjauhi atau mendekati kelompoknya. Seorang tunanetra mungkin tidak tahu apakah orang lain berbicara atau mendengarkan pada dirinya karena dia tidak dapat melihat bagaimana ekspresi wajah dan gerakan tangan orang lain, atau menggunakan kontak mata.



b.        In the ability to get about

        Penyandang tunanetra akan menghadapi kesulitan dalam melakukan interaksi dengan lingkungan. Kemungkinan dia akan kesulitan mempelajari lingkungan yang baru tanpa adanya bantuan dari orang lain, atau dia akan berkesulitan menemukan landmark khusus yang hanya dijelaskan dalam bentuk pengenalan verbal. Dengan tidak adanya penglihatan, orang tunanetra tidak dapat mengendarai kendaraan yang merupakan alat penting untuk melakukan mobilitas dalam berbagai lingkungan. Begitu juga dalam melakukan kegiatan sehari-hari, seorang tunanetra akan mendapatkan kesulitan.

“For blind people, some of these daily living skills can be difficult to learn. Because they cannot learn informally by watching the actions of others. They may hear someone making a bed and realize what that person is doing, but may noy know the procedures involved...because blind people cannot learn to do these things by watching others, they must be formally taught.”(Horton, 1986: 61)



c.         “In the range and variety of concepts”

        Ketunanetraan yang diperoleh sejak lahir akan mengalami kesulitan dalam memperoleh konsep-konsep baru, seperti perkembangan teknologi, pakaian, dan perubahan dalam lingkungan. Keterbatasan ini merupakan masalah utama yang berpengaruh terhadap kehidupan anak tunanetra yang diperoleh sejak lahir.

Tidak ada komentar:

school mapping hazard mutlak disosialisasikan kepada penyandang disabilitas di daerah rawan bencana

Satu dari lima prioritas pelaksanaan kegiatan dalam Kerangka Kerja Hyogo (HFA) pada tahun 2005-2015 adalah membangun bangsa dan masyarakat...