Jumat, 27 Maret 2020

Strategi Pembelajaran bagi Anak Tunanetra (ATN)


    

Secara teoritis, kelainan pada mata seperti kebutaan terjadi bila ketajaman penglihatan lebih buruk dari 20/200, meskipun telah dibantu dengan kacamata maupun lensa kontak sekalipun dan memiliki diameter bidang penglihatan yang paling lebar membentuk sudut tidak lebih dari duapuluh derajat. Hal ini sesuai dengan pernyataan American Foundation for The Blind  dalam Blackhust&Berdine (1981: 216) yang  menyebutkan bahwa “Legally blind children are defined as (1) those whose visual acuity is 20/200 or less in the better eye with the best possible correction, or (2) those whose field or vision is restricted to an angle subtending an are of 20 degrees or less.” 

 Anak dengan  gangguan penglihatan (Tunanetra) adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihataan, sehingga membutuhkaan layanan  khusus dalam pendidikan maupun kehidupan. Layanan khusus dalam pendidikan bagi ATN, yaitu dalam membaca menulis dan berhitung diperlukan huruf Braille bagi ATN total, dan bagi yang masih memiliki sisa penglihatan diperlukan kaca pembesar atau huruf cetak yang besar, media yang dapat diraba dan didengar atau diperbesar. Di samping itu diperlukan latihan orientasi dan mobilitas. 

Dalam pembelajaran anak tunanetra, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, antara lain :


1) Prinsip Individual

Prinsip individual adalah prinsip umum dalam pembelajaran manapun (PLB maupun pendidikan umum) guru dituntut untuk memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individu. Dalam pendidikan tunanetra, dimensi perbedaan individu itu sendiri menjadi lebih luas dan kompleks. Di samping adanya perbedaan-perbedaan umum seperti usia, kemampuan mental, fisik, kesehatan, sosial, dan budaya, ATN menunjukkan sejumlah perbedaan khusus yang terkait dengan ketunanetraannya (tingkat ketunanetraan, masa terjadinya kecacatan, sebab-sebab ketunanetraan, dampak sosial-psikologis akibat kecacatan). Secara umum, harus ada beberapa perbedaan layanan pendidikan antara anak low vision dengan anak yang buta total. Prinsip layanan individu ini lebih jauh mengisyaratkan perlunya guru untuk merancang strategi pembelajaran yang sesuai dengan keadaan anak. Inilah alasan dasar terhadap perlunya (Individual Education Program – IEP).


2) Prinsip kekonkritan/pengalaman Penginderaan

Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus memungkinkan anak tunanetra mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajarinya. Dalam bahasa Bower (1986) disebut sebagai pengalaman penginderaan langsung. Anak tunanetra tidak dapat belajar melalui pengamatan visual yang memiliki dimensi jarak, bunga yang sedang mekar, pesawat yang sedang terbang, atau seekor semut yang sedang mengangkut makanan. 
Strategi pembelajaran harus memungkinkan adanya akses langsung terhadap objek, atau situasi. Anak tunanetra harus dibimbing untuk meraba, mendengar, mencium, mengecap, mengalami situasi secara langsung dan juga melihat bagi anak low vision. Prinsip ini sangat erat kaitannya dengan komponen alat/media dan lingkungan pembelajaran. Untuk memenuhi prinsip kekonkritan, perlu tersedia alat atau media pembelajaran yang mendukung dan relevan. Pembahasan mengenai alat pembelajaran akan disampaikan pada bagian khusus.


3) Prinsip Totalitas

Strategi pembelajaran yang dilakukan guru haruslah memungkinkan siswa untuk memperoleh pengalaman objek maupun situasi secara utuh dapat terjadi apabila guru mendorong siswa untuk melibatkan semua pengalaman penginderaannya secara terpadu dalam memahami sebuah konsep. Dalam bahasa Bower (1986) gagasan ini disebut sebagai multi sensory approach, yaitu penggunaan semua alat indera yang masih berfungsi secara menyeluruh mengenai suatu objek. Untuk mendapatkan gambaran mengenai burung, anak tunanetra harus melibatkan perabaan untuk mengenai ukuran bentuk, sifat permukaan, kehangatan. 
ATN harus memanfaatkan pendengarannya untuk mengenali suara burung dan bahkan mungkin juga penciumannya agar mengenali bau khas burung. Pengalaman anak mengenai burung akan menjadi lebih luas dan menyeluruh dibandingkan dengan anak yang hanya menggunakan satu inderanya dalam mengamati burung tersebut. Hilangnya penglihatan pada anak tunanetra menyebabkan dirinya menjadi sulit untuk mendapatkan gambaran yang utuh/menyeluruh mengenai objek-objek yang tidak bisa diamati secara seretak (suatu situasi atau benda berukuran besar). Oleh sebab itu, perabaan dengan beberapa tekhnik penggunaannya menjadi sangatlah penting.


4) Prinsip Aktivitas Mandiri (Selfactivity)

Strategi pembelajaran haruslah memungkinkan atau mendorong anak tunanetra belajar secara aktif dan mandiri. Anak belajar mencari dan menemukan, sementara guru adalah fasilitator yang membantu memudahkan siswa untuk belajar dan motivator yang membangkitkan keinginannya untuk belajar. Prinsip ini pun mengisyaratkan bahwa strategi pembelajaran harus memungkinkan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan mendengar dan mencatat. 
Keharusan ini memiliki implikasi terhadap perlunya siswa mengetahui, menguasai, dan menjalani proses dalam memperoleh fakta atau konsep. Isi pelajaran (fakta, konsep) adalah penting bagi anak, tetapi akan lebih penting lagi bila anak menguasai dan mengalami guna mendapatkan isi pelajaran tersebut.


Kebutuhan pembelajaran anak tunanetra     

Karena keterbatasan anak tunanetra seperti tersebut di atas maka pembelajaran bagi mereka mengacu pada prinsif- prinsif sebagai beikut:

a.    Kebutuhan akan pengalaman konkrit.

b.   Kebutuhan akan pengalaman yang terintegrasi.

c.    Kebutuhan dalam berbuat dan bekerja dalam belajar



Media belajar anak tunanetra dikelompokan menjadi dua yaitu:
a.   Kelompok tunanetra total dengan media baca tulis huruf Braille.

b.  Kelompok low vision dengan media baca tulis biasa  yang diperbesar [misalnya hurup diperbesar dan menggunakan alat pembesar.


(diolah dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

school mapping hazard mutlak disosialisasikan kepada penyandang disabilitas di daerah rawan bencana

Satu dari lima prioritas pelaksanaan kegiatan dalam Kerangka Kerja Hyogo (HFA) pada tahun 2005-2015 adalah membangun bangsa dan masyarakat...